Contoh Studi Kasus Kepemimpinan Model Ohio State, Leadership Continuum/Consideration, Likerts Management System

TUGAS:

Perhatikan studi kasus tentang perbedaan dan ciri kepemimpinan model yang digambarkan dengan dua manajer dalam melakukan fungsi kepemimpinan pada suatu organisasi:

Perilaku Pak Bonar

Pak Bonar adalah seorang direktur suatu perusahaan BUMN (Badan Usaha Milik Negara) yang terkenal baik terhadap pegawainya. Beberapa fasilitas olahraga dan kegiatan sosial contohnya piknik disediakan untuk para pegawainya. Pak Bonar juga selalu membantu pegawainya yang merasa kesulitan, dan selalu menemui pegawai – pegawainya hanya untuk sekedar menanyakan hobi dan kabar keluarga mereka. Hingga Pak Bonar hampir mengenal semua nama – nama pegawainya. Namun, di bawah kepemimpinan Pak Bonar BUMN tersebut mempunyai rekor biaya dan tingkat produksi yang buruk karena terlalu ‘memanjakan’ pegawainya sehingga Pak Bonar pun untuk menanyakan masalah pengembangan rencana – rencana memperbaiki produktivitas dan kualitas produk bersama bawahannya enggan ditanyai sehingga terlihat Pak Bonar tidak memiliki tujuan pencapaian untuk organisasinya.

Perilaku Pak Biner

Pak Biner selaku pengganti Pak Bonar, memiliki sifat yang tegas. Pak Biner percaya pemimpin yang lemah tidak akan dihormati oleh para pegawai. Sehingga Pak Biner merubah semua aturan – aturan sebelumnya dan memantau dengan ketat kinerja pegawai – pegawainya. Pak Biner akan mengeluarkan pegawai yang tidak ada keinginan untuk bekerja, pegawai yang tidak memiliki perubahan ke arah yang lebih baik akan dipecat, dan Pak Biner juga menuntut para karyawannya untuk melapor terlebih dahulu sebelum bertindak karena Pak Biner takut pegawainya akan menyimpang dan merusak rencana dan kebijakan – kebijakan yang telah ditetapkannya.

Tentukan model dan perbedaan gaya kepemimpinan Pak Bonar dan Pak Biner berdasarkan uraian di atas!

JAWABAN:

Gaya Kepemimpinan Model Ohio State

Berdasarkan studi kepemimpinan Ohio State. Pada kasus Pak Bonar dan Pak Biner dapat kita lihat perbedaan dua perilaku kepemimpinannya sebagai berikut :

  • Pak Bonar menggunakan perilaku pemimpin Consideration yaitu perilaku kepemimpinan yang memusatkan perhatiannya kepada bawahan. Hal ini dapat terlihat dari perilaku Pak Bonar yang ramah dan sangat perhatian terhadap bawahannya seperti mengunjungi para pegawai, memberi fasilitas olahraga dan mengajak para pegawainya piknik.

  • Sedangkan Pak Biner menggunakan kategori Initiating Structur dimana perilaku kepemimpinan Pak Biner berfokus pada hasil produksi dan kinerja. Hal ini terlihat pada sifat Pak Biner yang tegas terhadap bawahannya. Ia tidak segan – segan menegur bahkan memberhentikan bawahannya yang mempunyai kinerja yang tidak bagus.


Gaya Kepemimpinan Model Leadership Continuum

Untuk orientasi kepemimpinan dalam model Leadership Continuum :

  • Untuk model hubungan kepemimpinan dengan bawahan dalam rangka pembuatan keputusan Pak Bonar lebih kepada point 6 yang ditulis “Pemimpin mengizinkan bawahan berfungsi dalam batas – batas yang ditentukan (joining).

    Model ini terletak pada titik ekstrim penggunaan kebebasan bawahan”. Karena dalam kasusnya Pak Bonar benar – benar membebaskan para karyawannya, bahkan tidak ada kegiatan mengambil keputusan dalam organisasinya untuk mencapai tujuan organisasi, yang ada hanya mendengarkan keluh kesah para pegawainya saja sehingga dibuatkannya fasilitas olahraga dan diadakannya kegiatan piknik kantor tanpa ada pemikiran untuk mengejar tujuan organisasinya kearah yang lebih baik.

  • Untuk model hubungan kepemimpinan dengan bawahan dalam rangka pembuatan keputusan Pak Biner lebih kepada point 1 yang ditulis “Pemimpin menjual dan menawarkan keputusan kepada bawahan (selling). Dalam hal ini, pemimpin masih terlihat banyak menggunakan otoritasnya. Bawahan belum banyak terlibat dalam pengambilan keputusan."

    Dalam kasus Pak Biner yang tegas dan ketat terhadap bawahannya model ini memang pas untuk Pak Biner. Karena Pak Biner tidak memberi kesempatan untuk para pegawainya berpendapat, bahkan tindakan – tindakan pegawaipun harus dilaporkan terlebih dahulu kepadanya agar pegawai tersebut tidak menyalahi aturannya.


Gaya Kepemimpinan Model Likerts Management System

Lalu untuk model Likerts Management Sistem :

  • Untuk Likerts Management Sistem yang tepat untuk Pak Bonar adalah Sistem IV yang dalam sistem ini, hubungan kerja sama antara pimpinan dan bawahan terjadi dalam suasana saling percaya dan mempercayai, penuh persahabatan, dan mengambil keputusan setelah dilakukannya saran atau pendapat dari para bawahannya. Pak Bonar dapat disebut juga sebagai Participative Management.

  • Untuk Likerts Management Sistem yang tepat untuk Pak Biner adalah Sistem I yang dalam sistem ini ditandai dengan kurangnya kepercayaan terhadap bawahannya, bawahan yang tidak berhasil melaksanakan tugas –tugas yang telah ditentukan akan diberikan ancaman bahkan hukuman. Pemimpin menentukan semua standar bagaimana bawahan melakukan tugas, keputusan bawahan sudah ditentukan oleh pemimpin, dan memerintahkan bawahannya untuk selalu melaksanakan keputusannya. Pak Biner dapat disebut juga sebagai Explosive.


TEORI ATRIBUSI

Teori ini dikembangkan oleh Conger dan Kanungo dan didasarkan atas asumsi bahwa karisma adalah sebuah fenomena atribusi (attributional phenomenon). Teori atribusi ini juga berkenaan dengan studi kasus Pak Bonar dan Pak Biner, berkaitan dengan kharisma kedua gaya kepemimpinan manajer tersebut.

Berikut pencapaian keberhasilan seorang pemimpin yang efektif menurut teori atribusi:

  • Karisma akan diatribusikan kepada para pemimpin yang bertindak tidak konvensional dalam mencapai visi tersebut. Metode – metode pemimpin karismatik akan berbeda dengan cara – cara konvensional sehingga dapat memberikan kesan kepada para pengikut bahwa pemimpin tersebut adalah orang yang luar biasa.
  • Penggunaan strategi – strategi yang inovatif akan menghasilkan atribusi tentang keahlian superior pemimpin. Pemimpin karismatik sanggup mengambil risiko dan melakukan pengorbanan – pengorbanan demi pencapaian visi.
  • Lalu kepercayaan, kepercayaan merupakan komponen yang penting dari karisma. Para pengikut akan memiliki rasa kepercayaan yang tinggi, bila pemimpin tersebut mendukung suatu strategi dengan cara merefleksikan perhatiannya kepada para pengikut dan secara aktual sanggup mengambil risiko. Demikian pula, para pemimpin yang mempunyai rasa percaya diri terhadap ide – idenya dapat dipandang sebagai karismatik.
  • Para pengikut akan mengatribusikan karisma kepada para pemimpin yang menggunakan personal power dan permintaan persuasif untuk memperoleh komitmen terhadap suatu visi yang baru.

Conger juga menjelaskan proses – proses yang mempengaruhi kepemimpinan yang karismatik, meliputi:

  • Identifikasi Pribadi

    Pemimpin karismatik dipandang sebagai pemimpin yang luar biasa karena wawasan strategiknya, pendiriannya yang kuat, rasa percaya diri, perilaku yang tidak konvensional, dan energi yang dinamis sehingga para pengikut memujanya dan ingin seperti pemimpin tersebut. Pengakuan tersebut diekspresikan melalui pujian dan pengakuan keberhasilan pengikut sehingga dapat membentuk rasa percaya diri pengikut dan menjadikan pengikut memiliki perasaan yang mendalam karena dapat memenuhi harapan pemimpin.

  • Internalisasi

    Internalisasi adalah sebuah proses mempengaruhi dengan cara memasukkan nilai – nilai sebagai pedoman dasar perilaku. Seorang pemimpin karismatik yang menekankan visi inspirasional yang relevan dengan kebutuhan dan aspirasi pengikut dapat mempengaruhi pengikut untuk menginternalisasi sikap dan keyakinan tersebut, kemudian akan bertindak sebagai sumber motivasi intrinsik dalam rangka pelaksanaan misi organisasi. Oleh karena itu, pemimpin karismatik harus peka terhadap kebutuhan – kebutuhan dan nilai – nilai para pengikut serta peka terhadap lingkungannya agar dapat mengidentifikasi sebuah visi yang inovatif, relevan, tepat waktu, dan menarik.


Sumber:
BMP ADPU 4334 Universitas Terbuka


Manajemen SDM: Definisi, Contoh dan Perbedaan Metode Penilaian Kinerja Karyawan

TUGAS:

"Jelaskan perbedaan antara metode penilaian kinerja Ranking, Forced Distribution, dan Paired Comparation!"


Sebelum kita mengetahui perbedaan 3 metode penilaian kinerja, sejenak me-refresh apa yang dimaksud dengan penilaian kinerja. Secara sederhana, Werther & Davis (1996) mengemukakan pendapat bahwa “penilaian kinerja adalah proses yang dilakukan organisasi untuk mengevaluasi hasil kerja para karyawannya.”

Ada tiga metode penilaian yang secara luas dikenal yakni metode ranking, metode forced distributions (distribusi dipaksakan) dan paired comparation (perbandingan antar subyek). Perbedaan dati ketiga metode tersebut adalah:

1. Metode Ranking
2. Metode Forced Distribution
3. Metode Paired Comparation


METODE RANKING

Metode ini dilakukan dengan mengelompokkan seluruh karyawan dan mengurutkannya berdasarkan urutan nilai kinerja secara keseluruhan sehingga diperoleh data urutan karyawan dengan nilai tertinggi dan berkinerja paling baik sampai karyawan dengan nilai terendah atau kinerjanya paling kurang berkontribusi terhadap perusahaan.

Contohnya: secara berurutan diperoleh data bahwa karyawan A memiliki nilai tertinggi dari poin-poin penilaian kinerja yang dibuat dan karyawan Z memiliki nilai kerja yang paling kurang.

Kelemahan dari metode ini adalah ketika terdapat dua atau beberapa karyawan yang memiliki nilai sama atau sebanding.

Kelebihan dari penilaian kerja metode ranking ini sangat sederhana sehingga paling cocok digunakan untuk organisasi skala kecil dimana anggotanya tidak terlalu banyak dan poin-poin penilaiannya lebih beragam.


METODE FORCED DISTRIBUTION

Metode ini dilakukan dengan cara membagi anggota organisasi dalam sebuah kelompok kerja ke dalam sejumlah kategori terbatas. Metode ini lahir dari keterbatasan pada metode ranking, yakni munculnya nilai-nilai yang sama dan sebanding pada pemeringkatan metode ranking tersebut.

Pada metode ini, kategori-kategori penilaian yang ada dikelompokkan berdasarkan prosentase terhadap nilai keseluruhan penilaian kinerja sehingga memunculkan nilai akhir.

Contoh penerapan metode forced distribution, misalnya: penilaian kategori A, dianggap baik jika prosentasenya 5% terhadap nilai akhir, penilaian kategori B berpengaruh sebesar 20%, dst dst. Hasil prosentase penilaian tersebut kemudian ditambahkan hingga muncul nilai akhirnya.

Kelemahan dari metode ini adalah menimbulkan ketakutan dan rasa curiga terhadap sesama pekerja, kemudian bisa menghancurkan daya serap kontribusi para pekerja (retention) dan komitmen dalam bekerja karena metode ini melibatkan nilai keseluruhan pekerja dari pembagian kategori tersebut.

Kelebihannya adalah meningkatkan produktivitas kerja bagi perusahaan dimana setiap pekerja akan memiliki rasa segan untuk dikategorikan dalam nilai yang kurang baik. Seperti yang dilakukan oleh perusahaan raksasa, General Electric, dimana metode ini membantu mereka untuk menaikkan pendapatan hingga 2800% antara tahun 1981 dan 2001.


METODE PAIRED COMPARATION

Metode ini dilakukan dengan membandingkan satu anggota organisasi dengan satu rekan kerjanya. Cara ini dilakukan dengan menggunakan lembar penilaian pada setiap anggota organisasi yang akan dinilai berdasarkan kategori yang ada.

Contohnya: setiap anggota dipasangkan dan diperbandingkan, kemudian dari kategori yang ada, anggota yang dinilai memiliki kualitas dari kategori tersebut akan dicentang lembar penilaiannya, sementara pasangannya dikosongi. Sehingga di akhir penilaian, lembar anggota yang memiliki centang paling banyak adalah yang mendapat nilai terbaik.

Kelebihan metode ini yakni cocok digunakan untuk organisasi yang sangat kecil dan terbatas keanggotaannya. Mengingat rumusan untuk jumlah pemasangan setiap anggota adalah N (N -1 ) / 2, dimana N adalah jumlah karyawan.

Kelemahannya, penilaian cenderung menimbulkan rasa inferior dan kedengkian terhadap suatu anggota organisasi  karena dirasa ‘membandingkan’ dan menemukan ‘sosok terbaik’ diantara para pekerja, ditambah lingkup anggota organisasi sangat kecil, tentu kedepannya menimbulkan masalah horizontal diantara sesama pekerja.


Sumber:

  • http://dinus.ac.id/repository/docs/ajar/Penilaian-Kinerja-14.ppt
  • http://yani.staff.gunadarma.ac.id/Downloads/files/63501/PERTEMUAN+9+PENILAIAN+KINERJA.pdf
  • https://en.wikipedia.org/wiki/Job_evaluation
  • https://marketbusinessnews.com/financial-glossary/forced-distribution/


Manajemen Sumber Daya Manusia: Langkah Kegiatan Analisis Jabatan Pada Perusahaan

Sebelum ke langkah-langkah melakukan kegiatan analisis jabatan sedikit saya ingin menjelaskan pengertian analisis jabatan, ialah merupakan hal mendasar dalam aktivitas manajemen sumber daya manusia. ialah sebuah kegiatan mengkaji, mengumpulkan dan mencatat informasi yang berhubungan dengan suatu jabatan.

Analisis jabatan itu sendiri merupakan sebuah kegiatan mengumpulkan informasi yang berhubungan dengan suatu jabatan dan juga pekerjaan dengan persyaratan tertentu. Untuk bahasa singkatnya yaitu langkah mengidentifikasi tugas dan juga syarat suatu pekerjaan. Pekerjaan tersebut dijabarkan mengenai tugas dan persyaratan yang harus dilakukan oleh seseorang.

Tentunya untuk bisa mengidentifikasi sebuah tugas harus melakukan pengumpulan data mengenai jabatan. informasi yang diolah dari analisis ini biasanya digunakan untuk kepentingan yang berhubungan dengan sumber daya manusia.

Selain hal tersebut, analisis jabatan atau yang dikenal juga dengan job analysis ini merupakan sebuah eksplorasi yang sistematis sebuah jabatan. Dengan melakukan sebuah studi dan juga pencatatan tanggung jawab seperti tugas dan keterampilan yang dimiliki.

Penempatan seseorang untuk jabatan tertentu memerlukan analisa yang mendalam. Jika Anda salah menempatkan seseorang tidak pada kapabilitasnya, bisa dipastikan bahwa usaha Anda tidak akan berjalan optimal. Misalnnya adalah ketika Anda mencari akuntan atau admin keuangan, ada hal hal penting yang harus Anda perhatikan agar semua sesuai dengan apa yang Anda harapkan.

Dalam manajemen sumber daya manusia, berikut adalah angkah-langkah untuk melakukan kegiatan analisis jabatan :

  1. Mengkaji informasi internal perusahaan yang berkaitan dengan jabatan perusahaan
    Langkah pertama yang perlu dilakukan mengkaji informasi yang ada di dalam perusahaan. Hal ini harus bisa dilakukan secara keseluruhan dan berdasarkan kesesuaian jabatan dalam perusahaan. Artinya bila informasi internal mengenai jabatan tidak benar, proses analisa belum bisa dianjurkan pada tahap selanjutnya.

  2. Penentuan penggunaan informasi
    Bila perusahaan sudah mendapatkan informasi lengkap mengenai jabatan dalam perusahaan secara keseluruhan, seperti job desc, kualifikasi dan yang lainnya, maka saatnya perusahaan mulai menentukan pemakaian informasinya. Perusahaan harus sudah memiliki tujuan yang jelas untuk informasi tersebut, jangan sampai salah dalam penggunaannya, agar tidak keliru nantinya.

  3. Memilih jabatan
    Proses pemilihan jabatan yang akan dilakukan analisis juga sangat penting dilakukan. Bila memang Anda hanya membutuhkan divisi dan jabatan tertentu untuk dilakukan analisis jabatan, tidak seharusnya semua divisi dalam perusahaan diikut sertakan. Karena bila sudah jelas, akan lebih baik bila langsung menganalisis pada divisinya tanpa melibatkan divisi lain.

  4. Pengumpulan data
    Bila ketiga langkah di atas sudah dilakukan, hal selanjutnya yang harus perusahaan lakukan adalah mengumpulkan data. Dengan teknik analisis jabatan yang sudah dilakukan, tentunya perusahaan akan mendapatkan data. Nah, kumpulkan data-data tersebut jangan sampai tercampur oleh data perusahaan yang lain.

  5. Siapkanlah uraian jabatan
    Dalam proses analisis jabatan juga sangat penting untuk Anda untuk menyiapkan uraian yang jelas mengenai jabatan yang telah disediakan oleh perusahaan. Ini akan membantu menjelaskan mengenai gambaran dari pekerjaan tersebut. Uraian jabatan juga akan mempermudah perusahaan saat akan menjelaskan mengenai tugas jabatan tertentu.

  6. Siapkan spesifikasi jabatan
    Selain uraian dari jabatan yang sedang dilakukan analisis, selanjutnya perusahaan juga harus menyiapkan spesifikasi jabatannya. Ini akan lebih mempermudah dalam proses analisisnya, mengenai jobdesk dari jabatan tertentu serta hal yang dibutuhkan lainnya.

  7. Memanfaatkan informasi
    Bila sudah mendapatkan informasi yang sesuai dengan langkah 1 sampai 6, selanjutnya yang perlu dilakukan adalah memanfaatkan informasi tersebut. Ini sangat berguna terutama untuk melakukan perencanaan jabatan, perencanaan Sumber Daya Manusia (SDM), proses rekrutmen dan juga seleksi karyawan dalam perusahaan, menetapkan pelatihan dan juga pengembangan karyawan, melakukan penilaian kinerja pada karyawan, menetapkan besaran kompensasi dan juga mematuhi apa yang telah ditetapkan oleh hukum.


Pendapat lain yang menyangkut langkah-langkah kegiatan analisa jabatan yaitu:

  • Merencanakan analisis jabatan: perencanaan penting dilakukan dalam proses analisis jabatan sebelum melakukan identifikasi jabatan. beberapa pertimbangan yang penting dalam merencanakan analasis jabatan ialah mengidentifikasi sasaran dari analisis pekerjaan, mungkin hanya untuk memuthakiran deskripsi jabatan yang ada, merevisi program kompensi dalam organisasi, merancang ulang jabatan dalam suatu departemen atau devisi dalam organisasi.
  • Mempersiapkan dan memperkenalkan analisis jabatan, dalam tahap ini juga perlu mengkaji dokumen yang telah ada, deskripsi jabatan yang ada, bagan organisasi, informasi analisis jabatan yang lalu serta sumber daya data terkait yang dapat digunakan dalam analisis jabatan.
  • Melakukan analisis pekerjaan, 
  • Mengembangkan deskripsi jabatan dan spesifikasi jabatan. pada tahap analisis jabatan ini akan dikembangkan konsep deskripsi jabatan dan spesifikasi jabatan.
  • Mempertahankan dan memuthakiran uraian pekerjaan dan spesifikasi pekerjaan, setelah deskripsi jabatan dan spesifikasi jabatan diselesaikan dan ditinjau oleh semua pighak yang terkait maka suatu sistem harus dikembangkan untuk menjaga kemutakhiran deskripsi dan spesifikasi jabatan tersebut. 


Sumber MODUL Manajemen Sumber Daya Manusia EKMA2414/MODUL4 - Universitas Terbuka


Tantangan Manajer SDM di Masa Depan dan Strategi Menghadapi Permasalahan SDM

TUGAS DISKUSI:

Tantangan-tantangan apa saja yang dihadapi oleh para manajer SDM di masa mendatang?

Bagaimana strategi menghadapinya?

JAWABAN:

Seperti yang dikemukakan oleh Ananthram & Chan pada jurnal yang diberikan oleh dosen pengampu (Challenges and Strategies for Global Human Resource Executives: Perspectives from Canada and the United States), ada beberapa poin-poin kesimpulan yang dapat kita garis bawahi mengenai tantangan para manajer SDM di masa mendatang.

Saya akan mengutip pendapat Bolino Q Feldman (2000; Brewster Q Scullion, 1997; Shapiro et al., 2008) pada jurnal tersebut bahwa:

“....... The key challenges include operative functions of human resource management. For example, the major micro level challenges include the selection of an appropriate expatriate, consideration of staffing issues, provision of cross cultural training and development, attractive remuneration, performance appraisal and management, productive labor relations, talent management, and effective repatriation”

Yang dapat diterjemahkan bebas sebagai berikut:

“Tantangan utama pada fungsi operasional HR. Sebagai contoh, pada level mikro utama termasuk proses seleksi pekerja asing yang mumpuni, pertimbangan dalam problematika kepegawaian, pendekatan dan pengembangan sosial kultural kerja, remunerasi yang menarik, penghargaan kerja dan manajemen, hubungan kerja yang produktif, manajemen talent, dan repatriasi yang efektif”

Jika melihat dari petikan diatas, dapat disimpulkan bahwa tantangan manajer SDM di masa mendatang berkutat pada globalisasi industri dimana usaha-usaha yang dijalankan korporasi mengaburkan batas geografis, sosio-kultural negara-negara di dunia, dalam kata lain: akan ada banyak perusahaan multinasional yang berdiri dengan berbagai permasalahan kompleks di dalamnya.

Lantas apa saja tantangan-tantangan yang akan dihadapi oleh manajer SDM?

Teknologi

Hampir semua lini kehidupan di masa depan tidak akan lepas dari pengaruh kemajuan teknologi. Manajemen SDM di masa mendatang dituntut untuk bisa mengawasi, mengelola dan memilih kandidat atau talent yang akan dipekerjakan. Saat ini kita sudah terbiasa dengan adanya aplikasi jobseeker online seperti Jobstreet, LinkedIn, Workmate, JobsDB, dll. Adanya aplikasi-aplikasi itu membantu para manajer SDM untuk mengetahui lebih dalam calon anggota organisasinya, termasuk di dalamnya mengenai motivasi kerja, rekam jejak digital dan prinsip-prinsip moral yang dianut dalam kesesuaiannya dengan nilai-nilai inti perusahaan.

Masyarakat Madani

Arus globalisasi dan pasar bebas menjadikan tugas manajer SDM menjadi lebih menantang. Dalam mencari talent dan pekerja, bukan tidak mungkin perusahaan akan merekrut ekspatriat dengan latar belakang kultural dan sosial yang berbeda dengan home country perusahaan. Permasalahan yang muncul dalam hal ini akan dihadapi oleh manajer SDM melalui pendekatan dan cross cultural exchange.

Tantangan dalam bidang ini juga adalah penolakan warga lokal terhadap kehadiran para pekerja ekspatriat karena dirasa mengambil alih kesempatan kerja di negara tuan rumah. Ini adalah tantangan makro yang marak terjadi. Dalam jurnal yang sama disebutkan:

“Labor negotiation is a little bit challenging. Labor union environments here in Canada is different to China and Vietnam, for example. (D.C.). The ability to get some people into some countries is difficult. Some countries don't embrace expatriates (W.H)”

Manajemen SDM harus menjadi negosiator antara kebutuhan perusahaan dengan pemerintah serta LSM terkait. Seperti hoax yang santer terdengar belakangan hari bahwa UU Omnibus Law akan mempermudah TKA beroleh pekerjaan di Indonesia.

Gerakan 8-8-8

Menurut saya, ini adalah gerakan yang paling banyak bergaung di negara Barat. Yakni gerakan life-work balance dimana hak asasi dan privat para pekerja dijunjung tinggi untuk mendukung kinerja dan performance setiap individu. Agaknya ini tidak berlaku untuk negara-negara Asia dimana masih banyak pekerja yang bekerja melebihi 40 jam per minggu. Manajemen SDM, terkhusus untuk perusahaan di Asia, memiliki potensi tantangan yang sama apabila para anggota organisasi memiliki kualitas yang setara dengan SDM bangsa Barat. Penghargaan, hukuman, remunerasi dan repatriasi menjadi salah satu pendorong motivasi pekerja di masa mendatang. Termasuk didalamnya jaminan sosial pekerja, lingkungan kerja yang sehat, budaya kerja yang terbuka dan penghargaan-penghargaan khusus lainnya.

Lantas bagaimana strategi untuk menghadapinya?

Setidaknya ada 5 strategi yang harus disiapkan oleh manajemen SDM untuk menghadapi iklim usaha global di masa mendatang diantaranya adalah:

  • Restructuring strategies (strategi perombakan organisasi)
  • Training and development strategies (strategi dalam pelatihan dan pengembangan talent)
  • Recruitment strategies (strategi rekruitment)
  • Outsourcing strategies (strategi alih daya pekerja)
  • Collaboration strategies (strategi kolaborasi)

Strategi-strategi diatas hendaknya disesuaikan dengan fokus utama permasalah mikro dan makro yang menjadi tantangan manajemen HR, yakni teknologi, masyarakat madani dan budaya kerja yang sehat.



Pengertian, Fungsi dan Paradigma Manajemen Sumber Daya Manusia (SDM) Menurut Armstrong

Jelaskan pengertian dan fungsi Manajemen SDM!

Pengertian Manajemen SDM

Menilik dari pendapat Armstrong bahwa:

"Human resource management is defined as a strategic and coherent approach to the management of an organization’s most valued assets the people working there who individually and collectively contribute to the achievement of its objectives”

Yang dapat diterjemahkan bebas dalam definisi bahwa manajemen SDM adalah bentuk pendekatan strategis dan koheren manajemen terhadap aset berharga suatu organisasi dimana subyek yang terlibat di dalamnya, secara individual dan kolektif, memiliki kontribusi terhadap pencapaian dari usaha bersama tersebut.

Menurut pendapat saya, manajemen SDM adalah sebuah seni dalam mengelola potensi setiap pribadi yang ada pada organisasi agar tujuan bersama bisa tercapai secara maksimal.

Fungsi Manajemen SDM

Armstrong juga mengemukakan bahwa fungsi dari manajemen SDM diantaranya adalah "::...... to acquiring, developing, managing, motivating and gaining the commitment of the organisation’s key resource. – the people who work in and for it.”

Ini bisa diartikan fungsi daripada manajemen SDM adalah untuk mengenali, mengembangkan, mengelola, memotivasi dan memperoleh komitmen dari para anggota organisasi yang berkontribusi di dalamnya..

Lebih spesifik lagi, fungsi manajemen SDM dapat dikategorikan menjadi:

  • Managerial Functions, (fungsi pengelolaan)
  • Operative Functions, and (fungsi operasional)
  • Advisory Functions (fungsi pengawasan)


Jelaskan secara singkat pergeseran peran Manajemen SDM!

Menurut Putri Wulandari, pergeseran paradigma dalam manajemen SDM ada 3 yakni diawali dengan Departemen Personalia, Human Resource Strategik, hingga Talent Management.

Paradigma Departemen Personalia (1970-1980)

Pada fase Departemen Personalia, manajemen SDM memiliki tugas untuk bertanggung jawab dalam mengelola Sumber Daya Manusia dalam sebuah organisasi seperti masalah recruiting, menggaji, dan memastikan bahwa setiap pegawai memiliki manfaat yang diperlukan. Fase ini lebih menonjolkan kepentingan bisnis dari organisasi yang dimaksud.

Paradigma Human Resource Strategic (1980 - 1990)

Pada fase ini, manajemen SDM memiliki peran yang lebih kompleks, terutama dalam hal merekrut orang yang tepat, training SDM, menyusun desain dan struktur organisasi, mengembangkan paket kompensasi menyeluruh dan terpadu, menghitung pembagian  saham dan bonus, serta fungsi pelayanan kesehatan dan kesejahteraan karyawan.

Paradigma Talent Management

Ini merupakan fase terakhir yang merupakan pengembangan dari fase sebelumnya dimana manajemen SDM memiliki tugas terintegrasi untuk melakukan proses recruitment), mengembangkan (developt), dan mempertahankan (retention) orang-orang yang memilki bakat (talent) yang dibutuhkan organisasi untuk mencapai keunggulan organisasi.

Tanggapan pertanyaan dosen: Bagaimana peran MSDM di era pandemi covid seperti ini?

Peran MSDM di era pandemi sangat krusial dalam menemukan dan menanggulangi berbagai dampak yang diakibatkan oleh hal-hal force majeur seperti ini. Misalnya melakukan perampingan karyawan untuk mengimbangi lesunya permintaan pasar dimana di dalamnya terdapat paket kebijakan yang harus mempertimbangkan kelangsungan hidup organisasi dan para subyek di dalamnya, kemudian MSDM juga sangat dibutuhkan sebagai jembatan penengah untuk mengatasi gejolak internal organisasi. 


Sumber:

  • https://www.academia.edu/8593967/Michael_Armstrong_th_edition_10_HUMAN_RESOURCE_MANAGEMENT_PRACT_ICE
  • Functions of Human Resource Management
  • https://www.enotesmba.com/2014/11/functions-of-human-resource-management.html
  • Pergeseran Paradigma dalam Manajemen Sumber Daya Manusia
  • https://bandung.lan.go.id/index.php?r=post/read&id=332


Prioritas Sasaran Good Governance dan Penerapannya di Indonesia; Apakah sudah dijalankan?

Pada dasarnya good governance mendukung upaya kesejahteraan bersama dalam lingkup pembagian kekuasaan, profesionalisme dan upaya-upaya lainnya. Good Governance menjadi sangat penting perannya dalam era keterbukaan ini. Dan apakah pemerintah kita telah menerapkan good governance? Simak pembahasannya berikut ini.

PRIORITAS SASARAN GOOD GOVERNANCE

Berikut adalah daftar prioritas sasaran Good Governance dalam konsep desentralisasi pemerintahan daerah. 

Penguatan Fungsi dan Peran Lembaga Perwakilan

Penguatan Fungsi dan Peran Lembaga Perwakilan Lembaga perwakilan rakyat, yakni DPR, DPD, dan DPRD harus mampu menyerap dan mengartikulasikan berbagai masyarakat dalam berbagai bentuk program pembangunan yang berorientasi pada kepentingan masyarakat, serta mendelegasikannya pada eksekutif untuk merancang program-program operasional sesuai rumusan-rumusan yang ditetapkan dalam lembaga perwakilan tersebut. Kemudian, lembaga perwakilan (DPR dan DPRD) terus melakukan fungsi kontrolnya terhadap lembaga eksekutif, sehingga seluruh gagasan dan aspirasi yang dikehendaki rakyat melalui para wakilnya itu dapat dilaksanakan dengan baik oleh seluruh perangkat lembaga eksekutif. Selain itu, fungsi kontrol DPR dan DPRD, Polisi, Kejaksaan dan masyarakat juga harus dilakukan untuk mengawasi akuntabilitas proses pelaksanaannya, sehingga terhindar dari berbagai bahaya internal yakni pelayanan yang tidak obyektif, penggunaan wewenang dan kekuasaan untuk kepentingan pribadi, kelompok, golongan atau partai politiknya, sehingga terwujud pemerintahan yang bersih legitimate, dan dapat menggerakkan partisipasi masyarakat dalam pembangunan.

Kemandirian Lembaga Peradilan

Era reformasi sebagai era pembaharuan nampaknya masih belum memberikan angin segar bagi indenpendensi lembaga peradilan, karena mainstream pembaharuan independensi lembaga peradilan sampai saat ini belum jelas. Produk monumental dan pemerintahan pasca orde baru belum menyentuh pemisahan antara Departemen Kehakiman dengan Mahkamah Agung secara maksimal hingga posisi hakim masih terkesan ambigu dalam kedudukannya sebagai badan yudikatif dan kepanjangan tangan eksekutif. Lahirnya Undang Undang No. 28 Tahun 1999 tentang penyelenggaraan negara yang bersih dari korupsi, kolusi dan nepotisme pun belum diikuti oleh political action yang serius dalam pemberantasan KKN. Sementara konsep peradilan yang bersih dan professional belum jelas, dan baru menjadi wacana atau diskursus di sekitar kalangan akademis serta praktisi hukum yang peduli terhadap judicial independence. Untuk mewujudkan Good Governance lembaga peradilan dan aparat penegak hukum yang mandiri, professional dan bersih menjadi persyaratan mutlak.

Aparatur Pemerintah yang Profesional dan Penuh Integritas

Birokrasi di Indonesia tidak hanya dikenal buruk dalam memberikan layanan publik, tapi juga telah memberi peluang berkembangnya praktik-praktik kolusi, korupsi dan nepotisme (KKN). Dengan demikian, pembaharuan konsep dan mekanisme kerja birokrasi merupakan sebuah keharusan dalam proses menuju citra good governance. Jajaran birokrasi harus diisi oleh mereka yang memiliki akuntabilitas yang kuat sehingga memperoleh legitimasi dari rakyat yang dilayaninya. Karena itu paradigma pengembangan birokrasi ke depan harus diubah menjadi birokrasi populis, yakni jajaran birokrasi yang peka terhadap berbagai aspirasi dan kepentingan rakyat, serta memiliki integritas untuk memberikan pelayanan kepada rakyatnya dengan pelayanan yang prima

Masyarakat Madani (civil society) yang Kuat dan Partisipatif

Perwujudan cita good governance juga mensyaratkan partisipasi masyarakat sipil yang kuat. Proses pembangunan dan pengelolaan negara tanpa masyarakat madani (civil society) akan sangat lamban, karena potensi terbesar dan sumber daya manusia justru ada di kalangan masyarakt ini. Oleh karena itu, berbagai kebijakan hukum harus memberi peluang pada masyarakat untuk berpartisipasi, tidak saja dalam sektor-sektor kegiatan publik. Masyarakat mempunyai hak atas informasi, mempunyai hak untuk menyampaikan usulan, dan juga mempunyai hak untuk melakukan kritik terhadap berbagai kebijakan pemerintah yang tidak menguntungkan, baik melalui lembaga perwakilan, pers maupun penyampaian secara langsung dalam bentun dialog-dialog terbuka dengan LSM, Partai Politik, Organisasi Massa, atau instansi sosial lainnya.

Penguatan Upaya Otonomi Daerah

Desentralisasi bagi penyelenggaraan pemerintahan yang baik seyogyanya sering mengantarkan bagaimanakah demokratisasi politik dan penegakan hukum di daerah terweujud, sebagi Walter O. Oyugi memberikan penekanan bahwa desentralisasi politik dan penegakan hukum merupakan prasyarat bagi terciptanya good governance. Dasar asumsinya adalah bahwa Good Governance menyangkut situasi politik di era otonomi dan pendemokratisasian hukum dimana terdapat pembagian kekuasaan (power sharing) antara pusat dan daerah dalam proses pengambilan keputusan. Pemerintah lokal sebagai salah satu bentuk desentralisasi memberikan kontribusi bagi local self-geovernment juga memiliki makna tersebut. Alasan lainnya adalah bahwa pemerintahan lokal akan memelihara berbagai penerimaan masyarakt (grassroof) terhadap demokrasi sekaligus mempersepsikan secara proporsional antara penegakan hukum, eksekutif dan kontrol masyarakat.

Berdasarkan penjelasan di atas, apakah Indonesia telah menganut system good governance? Jelaskan!

Selamat Berdiskusi................


DISKUSI SISTEM GOOD GOVERNANCE UNIVERSITAS TERBUKA

Jawaban Diskusi:

Berangkat dari ulasan dosen, dan untuk menjawab apakah Indonesia telah menganut sistem good governance, maka kita harus tahu apa yang dimaksud dengan good governance terlebih dahulu.

Menurut Dwi Payana (Membangun Good Governance, 2003:47). Good governance adalah penyelenggaraan pemerintah yang solid dan bertangung jawab, serta efektif dan efisien dengan menjaga kesinergian interaksi yang konstruktif di antara domain-domain Negara, sektor swasta dan masyarakat".

Jika merujuk prioritas sasaran good governance yang dituturkan dosen, maka saya berpendapat bahwa sebagai negara berkembang, Indonesia ‘sedang menuju’ dalam menganut sistem good governance, dalam kata lain Indonesia bukan ‘telah menganut’ dan juga tidak berarti ‘belum menganut’.

Prioritas yang menjadi sasaran good governance diatas adalah:

  1. Penguatan Fungsi dan Peran Lembaga Perwakilan
  2. Kemandirian Lembaga Peradilan
  3. Aparatur Pemerintah yang Profesional dan Penuh Integritas
  4. Masyarakat Madani (civil society) yang Kuat dan Partisipatif


Penguatan Upaya Otonomi Daerah

Dalam kaitannya dengan Perencanaan Kota, good governance dibutuhkan untuk mewujudkan berjalannya pemerintahan yang baik sehingga layanan publik termasuk didalamnya tata kelola kota bisa terealisasi.

Pemerintah Indonesia, sejak era Reformasi sedang mengupayakan dicapainya sistem good governance walau masih terdapat kekurangan disana-sini. Kita ambil contohnya: penguatan fungsi dan peran lembaga perwakilan.

Prof. Dr. Syarif Hidayat, merujuk pada hasil Indeks Demokrasi Indonesia, berpendapat bahwa reformasi politik yang berlangsung sejauh ini baru sampai pada upaya menghadirkan Lembaga Demokrasi, dimana keberhasilan pemilu/pilkada hanya sebatas partisipasi publik untuk sebuah ‘vote’ tanpa adanya output berupa ‘voice’ di tubuh lembaga perwakilan yang benar-benar aspirasi populis. Namun demikian, bukan berarti Indonesia tidak menerapkan sistem good governance. Tetapi lebih kepada ‘sedang mengupayakan’. Ini dibuktikan dengan pernyataan ‘baru sampai’ yang disebutkan oleh ahli tersebut.

Bagaimana dengan prioritas-prioritas lain? Saya berpendapat bahwa secara praktikal, good governance tidak terlalu nampak di permukaan. Karena idealisme dalam mewujudkan good governance akan selalu menimbulkan paradigma dan tuntutan-tuntutan masyarakat. Tugas pemerintah adalah mengupayakan good governance tersebut, dan tugas masyarakat adalah mendukung lingkungan bernegara yang kondusif serta menjadi pelopor sistem good governance.

Yang saya amati saat ini adalah fenomena dimana, seperti contoh, ‘orang-orang membenci koruptor karena orang-orang tidak mendapat kesempatan yang sama untuk melakukan korupsi’. Revolusi mental yang digaungkan Presiden RI saya rasa menyasar hal-hal seperti ini.

Jangan hanya menuntut pemerintah untuk menerapkan good governance jika kita masih memiliki mindset bahwa penyelenggaraan pemerintah itu buruk tanpa adanya upaya pengawasan dan malah mengikut daripada arus untuk memperburuk layanan publik.


Sumber:

  • http://digilib.polban.ac.id/files/disk1/153/jbptppolban-gdl-muhamadris-7628-3-bab2--0.pdf
  • https://berkas.dpr.go.id/puslit/files/hasil_diskusi/hasil-diskusi-47.pdf