DAMPAK POLITIK TIDAK STABIL DALAM NEGERI TERHADAP BUMN/D SERTA SOLUSINYA
EFEK KETIDAKSTABILAN POLITIK TERHADAP BUMN/BUMD
Ketidakstabilan politik dalam negeri adalah suatu kondisi politik dalam suatu negara yang tidak bisa diprediksi, gamang, keragu-raguan dan bahkan konflik kepentingan diantara para pemangku kekuasaan di tubuh pemerintahan.
| ilustrasi demo politik (credit: aa.com.tr) |
Ketidakstabilan politik dalam negeri ini dapat mempengaruhi hidup BUMN/D. Mengapa demikian?
Sebenarnya, ketidakstabilan politik dalam negeri secara langsung lebih banyak mempengaruhi keadaan perekonomian negara tersebut. Ini dikarenakan dalam keadaan tidak pasti, para investor dan pemilik modal akan mencari titik aman dalam mengelola capital-capital mereka di suatu negara. Diantaranya yakni dengan melepas saham kepemilikan untuk menghindari spekulasi-spekulasi pasar yang kiranya merugikan. Ini berlaku untuk semua jenis perusahaan swasta (PMA maupun non-PMA), tidak lupu pula perusahaan negara (BUMN/D).
Menurut Putusan Mahkamah Konstitusi No 36/PUU-X/2012 (Pengujian UU No. 22 tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi), disebutkan bahwa salah satu unsur yang harus dipenuhi oleh BUMN/D yang berkarakter publik adalah menjalankan sektor-sektor vital yang penting bagi negara dan menguasai hajat hidup rakyat banyak. Fungsi ini merupakan lahan basah bagi para politisi untuk menggunakan kekuasaannya (abuse of power) dalam mengkontrol perusahaan-perusahaan negara (BUMN/D) baik yang sudah terprivatisasi maupun belum.
Lebih lanjut lagi terdapat adanya fenomena dimana banyak pengusaha dan pemilik modal yang menjadi politisi, bahkan politisi yang menjelma menjadi pengusaha ataupun menjadi direktur utama BUMN/D. Ini lazim terjadi di negara kita tercinta ini. Selama seseorang tersebut kompeten, maka tidak perlu lah kita membahas profesionalisme-nya.
Yang menjadi pertanyaan kemudian adalah, bagaimana jika elit politik ini saling berseteru, berkoalisi dan melakukan praktik kongkalikong untuk menguasai object vital perusahaan negara? Sudah barang tentu hal tersebut dapat mempengaruhi hidup BUMN/D yang ditumpanginya.
Kasus ‘penjualan’ BUMN, jual beli jabatan, ‘orang titipan’ poltisi ialah sekian dari banyaknya penyebab matinya BUMN/D yang ada. Semapan apapun UMN/D yang berorientasi profit (business), jika ia ditunggangi oleh kepentingan politis, maka jalan hidupnya akan selalu dipengaruhi oleh keadaan politik di pemerintahan yang ada. Jika terjadi ketidakstabilan politik, maka sudah barang tentu hal tersebut mengancam keberlangsungan BUMN/D itu.
| Kantor BUMN (credit: kbr.id) |
Lantas bagaimana agar hal ini tidak terjadi?
Stabilitas politik dapat diraih melalui opresi atau penerapan sistem parpol tunggal (koalisi tunggal) sehingga tidak ada kompetisi politis yang memicu ketidakstabilan politik. Ini seperti yang terjadi di Vietnam. Akan tetapi jika melihat dari sistem politik Indonesia, ini sangat tidak mungkin untuk diterapkan. Lagi pula sistem penguasaan satu parpol untuk menjaga kestabilan politik bukan hal yang menjamin keamanan perekonomian BUMN/D.
Zahid Hussain berpendapat bahwa:
“When political stability comes with having one party or a coalition of parties in office for a long time, it may eventually be detrimental...... stability means a predictable political environment. However, other aspects of the society might suffer because of complacency, lack of competition and opacity..”
Dari pendapat diatas, dapat disimpulkan bahwa stabilitas politik bukan jaminan perekonomian yang menyangkut jalan hidup BUMN/D akan selalu lancar. Kurangnya kompetisi, degradasi visi-misi BUMN/D, dan minimnya usaha revitalisasi juga menjadi pengantar UMN/D ke dalam jurang pailit.
Sehingga pada akhirnya, perlu adanya pemisahan secara jelas antara kebutuhan stabilitas untuk ‘produksi’ dan kebutuhan stabilitas untuk ‘policy’ dalam menjalankan BUMN/D (Neil Efird: 2010).
Di sisi lain, terdapat pendapat bahwa UMN/D suatu negara dapat menjadi jembatan perdamaian bagi political interest yang ada di negara tersebut. Mari kita simak simpulan ini:
“In similar contexts, state-owned enterprises offer focal points for visualizing the intended end state of the operational environment, precisely because they often are a microcosm of a country’s pre-conflict power structure.” (Neil Efird: 2010)
Pendapat diatas tentu menggiring kita pada pertanyaan: mengapa jabatan penting di tubuh negara (termasuk direksi/komisaris BUMN/D) ditempati oleh para mantan jenderal dan tokoh-tokoh serupa?
Sudah barang tentu ia merupakan political offer dari pemerintah kepada tokoh-tokoh sentral untuk menjaga hegemoni kekuasaan. Bukan kah salah satu tujuan politik adalah pembagian kekuasaan, sumber daya? Saya yakin jika saja, misalnya Gatot Nurmantyo (Indonesia) atau Min Aung Hlaing (Myanmar) tidak kehilangan ‘jatahnya’, tentu mereka tidak akan berbuat seperti itu.
Kesimpulannya adalah ketidakstabilan politik dapat mempengaruhi jalan hidup BUMN/D karena perusahaan negara ini dalam pelaksanaannya sarat akan cawe-cawe politisi. Sehingga jika terdapat konflik politik, maka secara langsung ia akan memberikan dampak terhadapnya.
Sumber:
- www.jstor.com/stable/resrep11812
- blogs.worldbank.org
- media.neliti.com
- liputan6.com
No comments :
Post a Comment
Leave A Comment...